Orang beriman menjadikan puncak cita-cita dan harapannya adalah meraih ridha dan cinta Allah. Maka ia mengerahkan segala potensi demi meraih cita-cita itu. Di dalam sebuah hadits Qudsi Rasulullah saw.
حَقَّتْ مَحَبَّتِي عَلَى الْمُتَحَابِّيْ
“Pastilah akan mendapatkan cinta-Ku orang-orang yang mencintai karena-Ku. Pastilah akan mendapatkan cinta-Ku orang-orang saling menasihati karena-Ku. Pastilah akan mendapatkan cinta-Ku orang-orang yang saling mengunjungi karena-Ku. Dan pastilah akan mendapatkan cinta-Ku orang-orang yang saling memberi karena-Ku. Mereka berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya. Yang membuat iri para Nabi dan orang-orang jujur terhadap kedudukan mereka.”
Hadits di atas diriwayatkan Imam Ahmad di Musnad-nya dan Ibnu Hibban dalam Shahih-nya
Hadits ini juga menjadi dasar bagi tegaknya sebuah masyarakat yang saling mencintai, saling menyambung silaturrahim, saling menasihati, dan saling membantu antar sesama mereka karena Allah swt. semata. Dan jika nilai-nilai tersebut ditegakkan dalam tataran kehidupan berkeluarga, persahabatan, dan sosial. Tentu akan terwujud keluarga da masyarakat yang kuat, solid, saling peduli dan saling membantu antar sesama karena Allah swt. yang karena itu mereka berhak mendapatkan cinta-Nya.
Cinta sejati seorang mukmin kepada saudaranya lahir dari keimanannya kepada Allah swt dan Rasul-Nya. Ikatan keimanan bersifat baka dan permanen, sedangkan ikatan lain selain keimanan bersifat fana dan sementara. Hati tidak bisa dipautkan oleh dunia dan harta (QS 8:63).
Selain mendapatkan cinta Allah swt, orang-orang yang saling mencintai karena-Nya juga akan mendapatkan kelezatan iman dan naungan di hari saat tiada naungan selain naungan Allah swt.
Jalinan cinta kasih sesama orang beriman harus dirawat. Dan jika ada gejala-gejala gangguan atas jalinan itu harus dicarikan solusinya. Silaturrahim adalah sarana untuk memelihara keutuhan cinta sekaligus sebagai terapi jika ada borok di dalamnya.
Imam Nawawi di Syarah Shahih Muslim mengatakan, Silaturrahim adalah berbuat baik kepada kerabat sesuai dengan kondisi orang yang bersilaturrahim
Nasihat menasihati juga sebagai sarana merawat cinta kasih. Nasihat disampaikan ketika terjadi penyimpangan dari nilai-nilai Allah swt atau untuk menguatkan agar tetap berada pada nilai itu. Budaya nasihat menasihati perlu ditegakkan di dalam masyarakat kita. Dahulu, orang-orang shalih biasa datang ke ulama untuk meminta nasihat. Bahkan para raja dan khalifah sengaja mendatangkan ulama untuk meminta nasihat.
Nasihat harus tulus disampaikan karena mengharapkan ridha Allah swt. Agar kesombongan dan merasa lebih baik tidak merasuk ke dalam diri penasihat dan agar yang dinasihati tidak merasa berhutang budi atau merasa hina. Baik penasihat atau yang dinasihati adalah partner bagi tegaknya amal saling menasihati.
Saling membantu dan tolong menolong adalah keniscayaan dalam masyarakat. Karena secara sunnatullah kondisi masing-masing orang tentu berbeda-beda. Susah dan senang, beruntung dan tida beruntung, kaya dan miskin, kenyang, lapar, sehat , sakit. Jika hal itu dilakukan karena cinta kepada Allah swt, maka akan terjadi tadhamun ijtima’i (jaminan sosial) bagi anggota masyarakat.
Masyarakat itu nampak sangat harmonis, tenggang rasa, saling menghormati, saling peduli. Allah swt juga mencintai mereka dan para malaikat pun mendukung mereka. Dari Abu Hurairah Rasulullah saw bersabda,
مَنْ عَادَ مَرِيضًا أَوْ زَارَ أَخًا لَهُ فِي اللَّهِ نَادَاهُ مُنَادٍ أَنْ طِبْتَ وَطَابَ مَمْشَاكَ وَتَبَوَّأْتَ مِنْ الْجَنَّةِ مَنْزِلًا
“Barangsiapa menjenguk orang sakit atau mengunjungi saudaranya karena Allah, malaikat memanggil seraya berkata, ‘Bagus kamu dan bagus pula perjalananmu. Lalu kamu akan menempati suatu tempat di surga.’” (HR Tirmidzi).
Hadits di atas juga menegaskan betapa pentingnya hidup berjamaah. Banyak hal yang bisa ditegakkan dalam kehidupan berjamaah yang tidak bisa ditegakkan secara personal. Wallahu A’lam.
No comments:
Post a Comment